BAB I
AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH
DALAM AL-QUR’AN
A.
MARI MEMAHAMI
1.
Pengertian makkiyah dan madaniah
Para ulama mengemukakan tiga perspektif dalam mendefinisikan
terminologi makkiyah dan madaniah. Ketiga perspektif itu adalah; masa turun
(zamān an-nuzūl), tempat turun (makān an-nuzūl), dan obyek pembicaraan
(mukhāthab).
a.
Dari
perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai
berikut :
“Makkiyyah
ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah, meskipun bukan
turun di mekah, dan madaniah adalah ayat-ayat yang turun sesudah Rasulullah
hijrah ke madinah, meskipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun
setelah peristiwa hijrah disebut madaniah walaupun turun di mekah atau di
arafah.”
Dengan demikian, QS. An-Nisa’ (4): 58 termasuk kategori madaniah
meskipun diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota mekah (fath
makkah). Begitu pula, QS. Al-Maidah (5): 3 termasuk kategori madaniah meskipun
tidak diturunkan di madinah karena ayat itu diturunkan pada peristiwa Haji
wada’.
b.
Dari
perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas
sebagai berikut :
“Makkiyah
adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan
hudaibiyyah, sedangkan madaniah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan
sekitarnya, seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”
Terdapat celah
kelemahan dari definisi di atas, sebab terdapat ayat-ayat tertentu, yang tidak
di turunkan di Makkah dan di Madinah dan sekitarnya. Misalnya QS. At-Taubah
(9): 42 diturunkan di Tabuk atau QS. Az-Zukhruf (43): 45 yang diturunkan di
tengah perjalanan antara Makkah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat
definisi kedua, tidak dapat dikategorikan ke dalam makkiyyah dan madaniah.
c.
Dari
objek pembicaraan, makkiyah dan madaniah didefinisikan sebagai berikut :
“Makkiyah
adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Makkah. Sedangkan
madaniah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orangorang Madinah”
Definisi diatas dirumuskan para ulama berdasarkan asumsi bahwa
kebanyakan ayat al-qur’an dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nās” yang
menjadi kriteria Makkiyah, dan ungkapan “ya ayyuha al-ladzīna” yang menjadi
kriteria madaniah. Namun, tidak selamanya asumsi ini benar. QS. Al-Baqarah (2),
misalnya, termasuk kategori madaniah, padahal di dalamnya terdapat salah satu
ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha
an-nās ”. Lagi pula, banyak ayat al-quran yang tidak dimulai dengan 2 ungkapan
di atas.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Makkiyyah adalah ayat-ayat
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah,
walaupun ayat tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang
pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah. Sedangkan madaniah adalah
ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya
di Makkah, dan pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.
2.
Karakteristik makkiyah dan madaniah
Para Ulama’
merumuskan dua pedoman dasar dalam menentukan ayat-ayat makkiyah dan
madanaiyah: 1) Metode simā’i naqli (penukilan riwayat). 2. Metode
qiyāsi ijtihādi (analogi persamaan).
Metode simā’i
naqli didasarkan atas riwayat shahih (naqli) dari para sahabat yang hidup dan
yang mempelajarinya pada saat turunnya wahyu itu. Selain itu, juga para tabi’in
yang mempelajari Al-Qur’an dari para sahabat dan mendengarnya dari mereka
tentang hal-ihwal turunnya wahyu itu. Kebanyakan ayat-ayat yang diturunkan di
makkah dan madinah dapat diidentifkasi melalui metode ini.
Sebagaimana
kutipan Jalaluddin As-Suyuti (w.911 H/1505 M) dalam al-Itqān
“Aku mendengar Abu ‘Amr bin al-Ula’
berkata: “Aku bertanya kepada Mujahid tentang ringkasan ayat-ayat madaniah dan
ayat-ayat makkiyah, Mujahid menjawab: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang
hal tersebut. Ibnu Abbas pun menjawab: Surat Al-An’am itu turun di Makkah dalam
sekali turun maka surat tersebut masuk kategori surat makkiyah, kecuali tiga
ayat dari surat tersebut yang turun di madinah yaitu ayat hingga (قل تعالوا أتل)
tiga ayat berikutnya.”
Berdasarkan riwayat di atas semua
ayat dalam QS. Al-An’am merupakan makkiyah kecuali tiga ayat, yaitu ayat 151
sampai 153 yang mana tiga ayat tersebut turun di Madinah. Penentuan surat/ayat
semacam inilah yang menggunakan metode sima’i naqli karena menggunakan sumber
riwayat dari sahabat sebagai dasar penentuannya.
Metode qiyasi ijtihadi merupakan
langkah lanjutan dari metode yang pertama, yaitu ketika sudah tiada lagi
riwayat yang menjelaskan apakah suatu surat atau ayat termasuk makkiyah atau
madaniah. Metode ini didasarkan pada penalaran (aqli) terhadap ciri-ciri khusus
yang terdapat pada ayat-ayat makiyyah dan madaniah yang telah diketahui melalui
riwayat yang shahih. Kemudian apabila dalam satu surat yang belum
teridentifikasi jenisnya terdapat ciriciri yang sama seperti ayat madaniah maka
disebut madaniah ataupun sebaliknya.
Dari metode Qiyasi Ijtihadi inilah
kemudian para ulama merumuskan kriteria-kriteria tertentu dalam menentukan
makkiyah dan madaniah.
a.
Ciri-ciri
surat makkiyah
1)
Mengandung
ayat sajadah QS. Al-A’raf (7): 206, An-Nahl (16): 149, An-Nahl (16): 50,
Al-Isra’ (17): 107, Maryam (19): 85, Al-Furqan (25) : 60, Al-Insyiqaq (84): 21,
Al-’Alaq (96): 19.
2)
Terdapat
lafal kalla pada sebagian besar ayatnya, QS: Al-Humazah (104):
كَلَّا لَيُنْۢبَذَنَّ فِى
الْحُطَمَةِۖ
3)
Terdapat
seruan ya ayyuha an-nās, QS. Yunus : 57
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاۤءَتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَشِفَاۤءٌ لِّمَا فِى الصُّدُوْرِۙ
وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ
4)
Mengandung
kisah nabi-nabi dan umat-umat yang terdahulu, kecuali QS.AlBaqarah. Contoh: QS. Al-A’rāf : kisah
Nabi Adam dengan iblis, kisah Nabi Nuh dan kaumnya, kisah Nabi Shalih dan
kaumnya, kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya, kisah Nabi Musa dan Firaun.
5)
Terdapat
kisah Adam dan iblis, Contohnya dalam surat Al-A’raf : 11 yang artinya :
“sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu kami bentuk tubuhmu,
kemudian kami katakan kepada malaikat : bersujudlah kamu kepada Adam. Maka
merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.”
6)
Semua
atau sebagian suratnya diawali huruf tahajji seperti Qaf (ق) Nun (ن), Kha Mim ( حم.)
Selain ciri-ciri diatas, surat-surat makkiyah juga bisa
diidentifikasi melalui tema yang dibicarakan. Antara lain, yaitu:
1). Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah,
pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan
kedahsyatannya, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi
terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat
kauniyah.
2). Kisah-kisah Nabi dan umat terdahulu sebagai pengingat tentang
akibat orang-orang yang mendustakan ajaran Rasul sekaligus sebagai penghibur
bagi Nabi Muhammad atas perlakuan buruk yang menimpa beliau.
3). Perumusan
dasar-dasar hukum syariat dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya
suatu masyarakat; dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah,
memakan harta anak yatim secara dzalim, penguburan hiduphidup bayi perempuan
dan tradisi buruk lainnya.
4). Ayat-ayatnya
pendek, surat-suratnya pendek, terdapat kalimat sumpah, nada perkataannya keras
dan bersajak.
b. Ciri-ciri surat madaniah
1). Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi pidana yang
diatur dalam alQur’an dan hadis).
2). Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog dengan Ahli
Kitab.
3). Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya
panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum
agama.
Selain ciri-ciri diatas, surat-surat madaniah juga bisa
diidentifikasi melalui tema yang dibicarakan. Antara lain, yaitu:
1) Setiap surat yang berisi
hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan, termasuk
madaniah.
2) Setiap surat yang
mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukumhukumnya, perdamaian
dan perjanjian, termasuk madaniah.
3) Setiap surat yang
menjelaskan hal-ihwal orang-orang munafik termasuk madaniah, kecual surat
Al-Ankabût yang di turunkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat
tersebut yang termasuk madaniah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal
orang-orang munafik.
4) Menjelaskan hukum-hukum
‘amaliyyah dalam masalah ‘ubudiyyah dan mu’āmalah, seperti shalat, zakat,
puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lainlain.
3. Klasifikasi
Surat Makkiyah dan Madaniah
Manna’ Al-Qaṭṭan (w. 1999 M) dalam kitabnya berjudul Mabāhits fī
Ulūm al-Qurān mengatakan bahwa surat madaniah ada 20 surat. Antara lain yaitu:
1 |
Al-Baqarah |
11 |
Al-Hujurat |
2 |
Ali-Imran |
12 |
Al-Hadid |
3 |
An-Nisa |
13 |
Al-Mujadalah |
4 |
Al-Maidah |
14 |
Al-Hasyr |
5 |
Al-Anfal |
15 |
Al-Muntahanah |
6 |
At-Taubah |
16 |
Al-Jumu’ah |
7 |
An-Nur |
17 |
Al-Munafiqun |
8 |
Al-Ahzab |
18 |
At-Thalaq |
9 |
Muhammad |
19 |
At-Tahrim |
10 |
Al-Fath |
20 |
An-Nashr |
Adapun surat-surat makkiyah
berjumlah 82 surat. Sedangkan 12 surat sisanya merupakan surat-surat yang
diperselisihkan, apakah masuk kategori makkiyah atau madaniah. Perselisihan ini
disebabkan oleh perbedaan pandangan di kalangan ulama dalam menyikapi perbedaan
riwayat tentang status surat tersebut.
Surat-surat yang diperselisihkan itu telah diuraikan oleh As-Suyuthi
dalam kitabnya al-Itqān sebagai berikut :
1 |
Al-Fatihah |
7 |
Al-Qadr |
2 |
Ar-Ra’d |
8 |
Al-Bayyinah |
3 |
Ar-Rahman |
9 |
Az-Zalzalah |
4 |
As-Shaff |
10 |
Al-Ikhlas |
5 |
At-Taghabun |
11 |
Al-Falaq |
6 |
Al-Mutaffifin |
12 |
An-Nas |
Selain 3 kategori
diatas (Makkiyah, Madaniah dan yang diperselisihkan), para ulama juga
menjelaskan tentang berbagai jenis turunnya ayat serta kondisi ketika ayat
tersebut diturunkan.
1.
Ayat-ayat
makkiyah dalam surat-surat madaniah.
2.
Ayat-ayat
madaniah dalam surat-surat makkiyah.
3.
Yang
diturunkan di Makkah namun hukumnya madaniah.
4.
Yang
diturukan di Madinah namun hukumnya makkiyah.
5.
Yang
serupa diturunkan di Makkah dalam kelompok madaniah.
6.
Yang
serupa diturunkan di Madinah dalam kelompok makkiyah.
7.
Yang
dibawa dari Makkah ke Madinah.
8.
Yang
dibawa dari Madinah ke Makkah.
9.
Yang
turun di waktu malam dan di waktu siang.
10.
Yang
turun di musim panas dan di musim dingin.
11.
Yang
turun di waktu menetap dan perjalanan.
Penjelasan lebih
detail mengenai klasifikasi diatas bisa dirujuk pada kitab Mabahis fī ‘ulūm
al-Qur’ān karya Manna’ Al-Qaṭṭan atau kitab-kitab ulūmul qur’ān yang
lain.
4.
Hikmah Mengatahui Surat makkiyah dan madaniah
a.
Manna’
Al-Qaṭṭan dalam bukunya Mabahis fī ‘ulūm al-Qur’ān menerangkan beberapa
hikmah mengetahui ilmu makkiyah dan madaniah diantaranya sebagai berikut: Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan
al-Qur`an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami
ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun yang
menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus.
Berdasarkan hal itu seorang mufassir dapat membedakan antara ayat yang nasikh
dengan yang mansukh, bila di antara kedua ayat terdapat makna yang
kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.
b.
Meresapi
gaya bahasa al-Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah
Swt., sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang
dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam retorika.
Karakteristik gaya bahasa makkiy dan madaniy dalam al-Quran pun memberikan
kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke
jalan Allah Swt. yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai
pikiran dan perasaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh
kebijaksanaan.
c.
Mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an, sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik
dalam periode Mekah maupun Madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat
terakhir diturunkan, al-Qur`an adalah sumber pokok bagi kehidupan Rasulullah
SAW.
0 comments:
Posting Komentar