BAB I
NASIKH MANSUKH
DALAM AL-QUR’AN
5. Bentuk-bentuk
Nasakh dalam Al-Qur’an
a. Dari segi bacaan dan hukumnya, ulama
mengklasifikasikan nasakh ke dalam tiga bentuk:
1. Menghapus bacaan dan hukumnya secara
bersamaan
Dalam sebuah riwayat yang datangnya dari Aisyah, beliau berkata:
Artinya: “dahulu termasuk ayat al-Qur`an
yang pernah dibaca adalah sepuluh kali susuan yang diketahui, kemudian
di-nasakh dengan lima susuan yang diketahui. Setelah ayat itu dinasakh
Rasulullah Saw. wafat.
Imam Malik berkata bahwa sepuluh kali
susuan dinasakh dengan lima kali susuan begitu juga bacaannya. Akan tetapi
nasakh tersebut terjadi sesaat sebelum nabi wafat. Sehingga sebagian orang
masih tetap membacanya. Namun setelah banyak orang tahu bahwa ayat tersebut
dinasakh maka mereka tidak membacanya lagi. Sedangkan lima kali susuan hanya
dihapus bacaannya, sedangkan hukumnya tetap berlaku.
2. Mengapus hukum saja sedangkan bacaannya
tetap
Seperti hukum wajib bersedekah saat hendak
menemui Nabi Muhammad Saw. dalam QS. Al-Mujadilah [58]: 12;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَاجَيْتُمُ
الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً
Artinya: “hai orang-orang beriman, apabila
kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan
sedekah (kepada orang miskin).”
Ayat tersebut dinasakh dengan QS.
Al-Mujadilah [58]: 13;
ءَاَشْفَقْتُمْ اَنْ تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ
صَدَقٰتٍۗ فَاِذْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَتَابَ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَاَقِيْمُوا
الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗوَاللّٰهُ
خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “apakah kamu takut akan (menjadi
miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan
Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu
maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
3. Mengapus bacaan sedangkan hukumnya tetap
Contoh bentuk nasakh ketiga ini yaitu:
Artinya: “jika seorang pria tua dan wanita tua
berzina, maka rajamlah keduanya”
Diriwayatkan oleh Ibnu Hazim bahwa Ubay bin Ka’b
berkata kepada Zirrin bin Hubaisy, “saya pernah membaca surah al-Ahzab bersama
Rasulullah Saw. seperti jumlah ayat dalam surah al-Baqarah, bahkan lebih banyak
lagi. Tetapi kemudian banyak yang dihapus hingga menjadi 73 ayat. Di antara
ayat yang dihapus adalah tentang rajam (seperti ayat di atas).”
b. Dilihat dari segi hukum syara’ yang
terdapat dalam dalil syar’i, bentuk nasakh dalam Al-Qur’an terbagi menjadi dua;
1. Mengapus (nasakh) hukum dengan diganti
hukum baru yang lebih ringan
Contoh:
Ibnu Jari ̄r al-Thabari berkata bahwa awal mula Islam
datang kebanyakan orang berbuka puasa di bulan Ramadhan sampai masuk waktu
salat Isya’. Setelah itu mereka diharamkan makan, minum, bersetubuh hingga
malam berikutnya. Setelah mereka mengadu kepada Rasulullah Saw., maka turunlah
surah QS. Al-Baqarah [2], 187 dan menasakh hukum pertama:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ
الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ
لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ
عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ
اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ
Artinya: “dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar
2. Mengapus (nasakh) hukum dengan diganti
hukum baru yang sebanding
Contoh:
Hukum solat menghadap ke Baitul Maqdis dihapus
(nasakh) dengan QS. AlBaqarah [2]: 144;
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى
السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram...”
3. Mengapus (nasakh) hukum dengan diganti
hukum baru yang lebih berat
Contoh:
Pada awal mula Islam datang, perempuan yang terbukti
berzina ditahan dalam rumah hingga menemui ajalnya. Hukuman penahanan ini
terdapat dalam QS. AnNisa’ [4], 15;
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ
فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ، فَإِنْ شَهِدُوا
فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ
اللهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
Artinya: “dan perempuan-perempuan yang
melakukan perbuatan keji dari perempuan-perempuan kalian, hendaklah terhadap
mereka ada empat saksi dari kalian (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah
bersaksi maka kurunglah perempuan-perempuan itu di dalam rumah sampai ajal
menemui mereka atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.”
4. Mengapus (nasakh) hukum tanpa diganti
dengan hukum lain
Contoh:
menghapus hukum perintah bersedekah manakala hendak
menemui Nabi Muhammad Saw dalam QS. Al-Mujadilah [58]: 12;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا
اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً ۗ
Artinya: “hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan
khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin).”
6. Cara Mengetahui Nasikh dan
Mansyukh
Untuk mengetahui nasikh dan mansyukh, al-Zarqāni menjelaskan beberapa
cara sebagai berikut:
a. Harus ada keterangan di antara dua dalil
yang menunjukkan ketentuan dalil yang datang kemudian, seperti QS. Al-Mujadilah
[58]: 13;
ءَاَشْفَقْتُمْ اَنْ تُقَدِّمُوْا
بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقٰتٍۗ فَاِذْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَتَابَ اللّٰهُ
عَلَيْكُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ
وَرَسُوْلَهٗ ۗوَاللّٰهُ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Ayat di atas me-naskh ayat sebelumnya, yakni QS.
Al-Mujadilah [58]: 12;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا
اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً ۗ
Contoh
lain dalam Nabi Muhammad Saw. tentang larangan ziarah kubur yang kemudian
dinasakh dengan hukum boleh ziarah kubur;
b.
Harus ada ijma' ulama yang menentukan mana dalil yang datang lebih
dahulu dan dalil yang datang kemudian.
c.
Harus ada keterangan yang sah yang menjelaskan dalil mana yang
datang lebih dahulu dan yang datang kemudian. Keterangan ini harus bersumber
dari data yang valid, seperti riwayat sahabat yang mengatakan “ayat ini
diturunkan sebelum ayat ini” atau “ayat ini diturunkan setelah ayat itu,” atau
dengan redaksi lain yang menjelaskan waktu turun ayat.
7.
Hikmah Adanya Nāsikh Mansūkh
Di antara hikmah adanya nāsikh mansūkh adalah sebagai berikut:
a.
Meneguhkan keyakinan bahwa Allah Swt. tidak akan terikat dengan
ketentuanketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Allah Swt. telah
menunjukkan bahwa kehendak-Nyalah yang akan terjadi, bukan kehendak manusia.
Sehingga diharapkan dari keberadaan nāsikh dan mansūkh ini akan mampu
meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt, bahwa Dia-lah yang Maha
menentukan.
b.
Kita semakin yakin bahwa Allah Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang,
karena memang pada kenyataannya hukum-hukum nāsikh dan mansūkh tersebut
semuanya untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia.
c.
Mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan
untuk menelusuri tujuan ajaran, serta ‘illatul ḥukmi (alasan ditetapkannya
suatu hukum).
d.
Mengetahui perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai
dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam.
e.
Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau
tidak.
f.
Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu
beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan
jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan
keringanan.