Rabu, 24 Juli 2024

BAB I (Materi 2) NĀSIKH MANSŪKH DALAM AL-QUR’AN XII AGAMA Sem. 1

 

BAB I

NASIKH  MANSUKH  DALAM AL-QUR’AN


5.      Bentuk-bentuk Nasakh dalam Al-Qur’an

a.       Dari segi bacaan dan hukumnya, ulama mengklasifikasikan nasakh ke dalam tiga bentuk:

1.      Menghapus bacaan dan hukumnya secara bersamaan

Dalam sebuah riwayat yang datangnya dari Aisyah, beliau berkata:

Artinya: “dahulu termasuk ayat al-Qur`an yang pernah dibaca adalah sepuluh kali susuan yang diketahui, kemudian di-nasakh dengan lima susuan yang diketahui. Setelah ayat itu dinasakh Rasulullah Saw. wafat.

Imam Malik berkata bahwa sepuluh kali susuan dinasakh dengan lima kali susuan begitu juga bacaannya. Akan tetapi nasakh tersebut terjadi sesaat sebelum nabi wafat. Sehingga sebagian orang masih tetap membacanya. Namun setelah banyak orang tahu bahwa ayat tersebut dinasakh maka mereka tidak membacanya lagi. Sedangkan lima kali susuan hanya dihapus bacaannya, sedangkan hukumnya tetap berlaku.

2.      Mengapus hukum saja sedangkan bacaannya tetap

Seperti hukum wajib bersedekah saat hendak menemui Nabi Muhammad Saw. dalam QS. Al-Mujadilah [58]: 12;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً

Artinya: “hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin).”

Ayat tersebut dinasakh dengan QS. Al-Mujadilah [58]: 13;

ءَاَشْفَقْتُمْ اَنْ تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقٰتٍۗ فَاِذْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَتَابَ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗوَاللّٰهُ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

3.      Mengapus bacaan sedangkan hukumnya tetap

Contoh bentuk nasakh ketiga ini yaitu:

Artinya: “jika seorang pria tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah keduanya”

Diriwayatkan oleh Ibnu Hazim bahwa Ubay bin Ka’b berkata kepada Zirrin bin Hubaisy, “saya pernah membaca surah al-Ahzab bersama Rasulullah Saw. seperti jumlah ayat dalam surah al-Baqarah, bahkan lebih banyak lagi. Tetapi kemudian banyak yang dihapus hingga menjadi 73 ayat. Di antara ayat yang dihapus adalah tentang rajam (seperti ayat di atas).”

b.      Dilihat dari segi hukum syara’ yang terdapat dalam dalil syar’i, bentuk nasakh dalam Al-Qur’an terbagi menjadi dua;

1.      Mengapus (nasakh) hukum dengan diganti hukum baru yang lebih ringan

Contoh:

Ibnu Jari ̄r al-Thabari berkata bahwa awal mula Islam datang kebanyakan orang berbuka puasa di bulan Ramadhan sampai masuk waktu salat Isya’. Setelah itu mereka diharamkan makan, minum, bersetubuh hingga malam berikutnya. Setelah mereka mengadu kepada Rasulullah Saw., maka turunlah surah QS. Al-Baqarah [2], 187 dan menasakh hukum pertama:

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ

Artinya: “dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar

2.      Mengapus (nasakh) hukum dengan diganti hukum baru yang sebanding

Contoh: 

Hukum solat menghadap ke Baitul Maqdis dihapus (nasakh) dengan QS. AlBaqarah [2]: 144;

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram...”

3.      Mengapus (nasakh) hukum dengan diganti hukum baru yang lebih berat

Contoh:

Pada awal mula Islam datang, perempuan yang terbukti berzina ditahan dalam rumah hingga menemui ajalnya. Hukuman penahanan ini terdapat dalam QS. AnNisa’ [4], 15;

وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ، فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
Artinya: “dan perempuan-perempuan yang melakukan perbuatan keji dari perempuan-perempuan kalian, hendaklah terhadap mereka ada empat saksi dari kalian (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah bersaksi maka kurunglah perempuan-perempuan itu di dalam rumah sampai ajal menemui mereka atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.”

4.      Mengapus (nasakh) hukum tanpa diganti dengan hukum lain

Contoh:

menghapus hukum perintah bersedekah manakala hendak menemui Nabi Muhammad Saw dalam QS. Al-Mujadilah [58]: 12; 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً ۗ

Artinya: “hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin).”

6.  Cara Mengetahui Nasikh dan Mansyukh

Untuk mengetahui nasikh dan mansyukh, al-Zarqāni menjelaskan beberapa cara sebagai berikut:

a.       Harus ada keterangan di antara dua dalil yang menunjukkan ketentuan dalil yang datang kemudian, seperti QS. Al-Mujadilah [58]: 13;

 

ءَاَشْفَقْتُمْ اَنْ تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقٰتٍۗ فَاِذْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَتَابَ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗوَاللّٰهُ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Ayat di atas me-naskh ayat sebelumnya, yakni QS. Al-Mujadilah [58]: 12;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً ۗ

Contoh lain dalam Nabi Muhammad Saw. tentang larangan ziarah kubur yang kemudian dinasakh dengan hukum boleh ziarah kubur;

b.      Harus ada ijma' ulama yang menentukan mana dalil yang datang lebih dahulu dan dalil yang datang kemudian.

c.       Harus ada keterangan yang sah yang menjelaskan dalil mana yang datang lebih dahulu dan yang datang kemudian. Keterangan ini harus bersumber dari data yang valid, seperti riwayat sahabat yang mengatakan “ayat ini diturunkan sebelum ayat ini” atau “ayat ini diturunkan setelah ayat itu,” atau dengan redaksi lain yang menjelaskan waktu turun ayat.

7.      Hikmah Adanya Nāsikh Mansūkh

Di antara hikmah adanya nāsikh mansūkh adalah sebagai berikut:

a.       Meneguhkan keyakinan bahwa Allah Swt. tidak akan terikat dengan ketentuanketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Allah Swt. telah menunjukkan bahwa kehendak-Nyalah yang akan terjadi, bukan kehendak manusia. Sehingga diharapkan dari keberadaan nāsikh dan mansūkh ini akan mampu meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt, bahwa Dia-lah yang Maha menentukan.

b.      Kita semakin yakin bahwa Allah Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, karena memang pada kenyataannya hukum-hukum nāsikh dan mansūkh tersebut semuanya untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia.

c.       Mengetahui proses tasyri’ (penetapan dan penerapan hukum) Islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran, serta ‘illatul ḥukmi (alasan ditetapkannya suatu hukum).

d.      Mengetahui perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat Islam.

e.       Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.

f.       Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

0 comments:

Posting Komentar