Pengertian I’jaz Al-Qur'an
Kata mukjizat berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata a’jaza, bentuk masdarnya adalah i’jaz. A’jaza memiliki beberapa arti, diantaranya melemahkan, yang meniadakan kekuatan, yang mstahil tertirukan. Didalam Al-qur’an kata i’jaz digunakan dalam beberapa bentuk sebanyak 25 kali. Dan kata A’jaza dalam al-Qur’an digunakan untuk beberapa pengertian, diantaranya, “tidak mampu” seperti terdapat daam ayat Al-Maidah: 31
فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي ۖ فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana
seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka
aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara
orang-orang yang menyesal.” (QS Al-Maidah: 31)
Dari beberapa bentuk yang ada dapat dikatakan bahwa i’jaz berarti melemahkan.
Sesuatu dapat dikatakan sebagai mukjizat apabila memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
1. Tidak ada seorangpun selain Allah yang dapat melaksanakannya
2. Diluar dari kebiasaan
3. Merupakan bukti kebenaran
4. Terjadi bersamaan dengan pengakuan seorang utusan Allah dan hanya terjadi
pada Rasul Allah, bukan manusia biasa.
Dalam hal ini al-suyuthi membagi mukjizat menjadi da macam, yaitu mukjizat
hissi dan mukjizat aqli.
Mukjizat hissi merupakan mukjizat yang dapat digapai
melalui panca indera, yang ditujukan kepada manusia biasa yang tidak terbiasa
menggunakan kecerdasan pikiran. Misalnya mukjizat Nabi Musa dengan tongkatnya
yang ditujukan kepada Bani Israil. Sedangkan mukjizat aqli adalah mukjizat yang
tidak mungkin dicapai melalui kekuatan panca indera, tetapi melalui kekuatan
akal dengan kecerdasan pikirannya.
Al-zarqany mengartikan mukjizat al- Qur’an dengan suatu perkara bagi manusia
untuk mendatangkan semisal al-Qur’an baik secara individual maupun secara
kelompok. Mukjizat dapat juga berrati sesuatu yang keluar dari kebiasaan dan
ketentuan sebab-sebab yang diketahui serta diberikan kepada para Nabi untuk
memperkuat dakwahnya.
Menurut Manna’ al-Qaththan yang dimaksud dengan mukjizat dalam al-Qur’an
adalah: “sesuatu urusan(hal) yang menyalahi adat kebiasaan , dibarengi atau
diiringi dengan tantangan atau pertandingan dan terbebas dari perlawanan(menang).
Jadi i’jaz al-Qur’an adalah kekuatan, keunggulan, dan keistimewaan yang
dimiliki al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia baik secara terpisah-pisah
maupun secara berkelompok, untuk bisa mendatangkan sesuatu yang serupa atau
menyamainya, hal ini menunjukkan atas kebenaran Rasulullah didalam
mengembangkan misi dakwahnya.
Unsur-Unsur I’jaz
1) Hal atau peristiwa yang luar biasa
Peristiwa-peristiwa alam, misalnya, yang terlihat hari-hari, walaupun menakjubkan tidak dinamai mukjizat, karena ia merupakan sesuatu hal yang biasa. Yang dimaksud dengan luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya.
2) Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi
Tidak mustahil terjadi hal-hal diluar kebiasaan pada diri siapapun. Namun, apabila bukan dari seseorang yang mengaku Nabi, ia tidak dinamai mukjizat. Boleh jadi sesuatu yang luar biasa tampak pada diri seseorang yang kelak bakal menjadi nabi. Ini pun tidak dinamai mukjizat, tetapi irhash. Boleh jadi juga keluarbiasaan itu terjadi pada seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut mukjizat. Hal seperti ini dinamai karamah atau kekeramatan, yang bahkan tidak mustahil terjadi pada seseorang yang durhaka kepada-Nya, yang terakhir ini dinamai dengan ihanah(penghinaan) atau istidraj(“rangsangan” untuk lebih durhaka).
3) Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian
Tentu saja tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum atau sesudahnya. Disisi lain, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang sejalan dengan ucapan seorang Nabi.
4) Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani
Apabila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa,
ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi
bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang.
Bahkan untuk lebih membuktikan kegagalan mereka, biasanya aspek kenukjizatan
masing-masing Nabi adalah hal-hal yang sesuai dengan bidang keahlian umatnya.
Sebagai mukjizat al-Qur’an mengandung tantangan-tantangan. Dan tantangan itu
terdiri atas empat macam tahap, yaitu:
a. Menantang siapapun yang meragukannya untuk menyusun
semacam al-Qur’an secara keseluruhan ayat dan surat. Misalnya pada surat
Al-Thur: 34 sebagai berikut:
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا
صَادِقِينَ
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika
mereka orang-orang yang benar.”
b. Menantang untuk menyusun sepuluh surat semacam al-Qur’an, sebagaimana pada
Qs Hud ayat 13-14.
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah
membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka
datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang
orang-orang yang benar"
c. Menantang untuk menyusun satu surat saja semacam al-Qur’an , sebagaimana
pada QS Yunus ayat 38:
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad
membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu),
maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang
dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang
benar".
d. Menantang untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu
surat dari al-Qur’an. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 23:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Aspek Tinjauan Ulama
Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat di kalangan
ulama. Diantara pandangan yang dikemukakan:
1. Menurut Abu Ishaq Ibrahim An-Nazam dan pengikutnya dari kaum syi’ah seperti
al-Murtadha, kemukjizatan al-Qur’an adalah dengan cara shirfah(pemalingan).
Pandangan ini menjelaskan bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk
menentang al-Qur’an dan mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan
untukmenghadapi al-Qur’an. Dengan pemalingan ini maka dikatakan sebagai
mukjizat al-Qur’an. Pandangan tentang shirfah seperti ini menurut al-Baqillany
adalah pandangan yang salah, karena jika dikatakan mukjizat al-Qur’an melalui
shirfah maka kalam Allah bukan mukjizat dan shirfahlah yang mukjizat. Dengan
kata ain kalam Allah tidak mempunyai kelebihan atas kalam lain.
2. Sebagian ulama ada yang mengatakan kemukjizatan al-Qur’an ialah karena gaya
bahasanya membuat orang Arab pada saat itu kagum dan terpesona. Kehalusan
ungkapan bahasanya membuat banyak diantara mereka masuk islam. Bahkan Umar ibn
Khattab yang mulanya dikenal sebagai seorang yang paling memusuhi Nabi Muhammad
saw memutuskan untuk masuk islam karena membaca petikan ayat-ayat al-Qur’an.
3. Satu kelompok ulama mengatakan mukjzat al-Qur’an terletak pada balaghahnya
yang mencapai tingkatan tinggi dan tidak ada bandingannya. Ini adalah merupakan
pendapat ahli Bahasa Arab yang gemar terhadap bentuk-bentuk makna.
4. Sebagian ada yang mengatakan kemukjizatan al-Qur’an adalah terletak pada
pemberitaan sesuatu yang ghaib yang akan datang. Yang tidak dapat diketahui
kecuali dengan wahyu. Sebagai contoh tentang jasad Fir’aun yang diselamatkan
yang dijadikan sebagai pelajaran bagi generasi berikutnya, sebagaimna disebut
dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 92, peristiwa itu tidak diketahui oleh
seorangpun karena terjadi pada tahun 1200 SM, sedangkan Mumi Fir’aun ditemukan
pada abad 19 M.
Adapun terhadap kadar kemukjizatan al-Qur’an terdapat beberapa pendapat, antara
lain:
1. Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kadar kemukjizatan al-Qur’an berkaitan
dengan keseluruhan isi al-Qur’an, bukan sebagiannya.
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa kadar kemukjizatan al-Qur’an ada pada
sebagian kecil atau sebagian besar dari ayat a-Qur’an, tanpa harus satu surat
penuh. Hal ini berdasarkan atas firman Allah QS Ath-Thur ayat 34. Pendapat ini
dinisbahkan pada Abu Hasan Al-Asyari.
3. Sebagian ulama lain ada yang berpendapat bahwa kemukjizatan itu cukup hanya
dengan satu surat lengkap sekalipun pendek dengan ukuran satu surat, baik satu
ayat atau beberapa ayat.
___________________
[1]
Abu Hasan Ahmad ibn Faris, Mu’jam Muqayyis al-Lugat, jilid IV (Mesir:Mustafa
al-Babi al-Halabi, 1971), hal.232-233
[2]
Muhammad Ali Ash-Shabuny, al-Tibyan fi uumil quran(Jakarta:Maktabah berkah
Utami, t.t)hal. 92
[3]
Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Itqan fi ulum al-Qur’an, jilid IV(Kairo: al-Hai’ah
al-Musyriyyah al-Ammahli al-Kitab, 1975), hal. 3
[4]
Abd al-Qadir ‘Attha, ‘Adhimah Al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al Ilmiyyah,
tt.)hlm. 54
[5]
Muhammad Ali Ash-Shabuny, op.cit. hal 105
0 comments:
Posting Komentar